Koneksi Antar Materi dan Rancangan Aksi Nyata dari Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Oleh : Isatir Radhiah, ST, S.Pd

CGP Kabupaten Pidie Angkatan 1

Fasilitator : Ibu Ani Suparti

Pendamping : Bapak Mahlianurrahman


      Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Pendidikan itu membentuk manusia yang berbudi pekerti, berpikiran (pintar, cerdas) dan bertubuh sehat. Bagaimanakah citra manusia di Indonesia berdasarkan konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara itu?

        Pertama, manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya, pendidikan diarahkan untuk meningkatkan citra manusia di Indonesia menjadi berpendirian teguh untuk berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Dalam tataran praksis kehidupan, manusia di Indonesia menyadari tanggungjawabnya untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai kebenaran. Ekspersi kebenaran itu terpancarkan secara indah dalam dan melalui tutur kata, sikap, dan perbuatannya terhadap lingkungan alam, dirinya sendiri dan sesamanya manusia. Jadi, budi pekerti adalah istilah yang memayungi perkataan, sikap dan tindakan yang selaras dengan kebenaran ajaran agama, adat-istiadat, hukum positif, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

          Kedua, manusia di Indonesia yang maju pikirannya adalah yang cerdas kognisi (tahu banyak dan banyak tahu) dan kecerdasannya itu membebaskan dirinya dari kebodohan dan pembodohan dalam berbagai jenis dan bentuknya (misalnya: karena rekayasa penjajah berupa indoktrinasi). Istilah maju dalam pikiran ini menunjukkan meningkatnya kecerdasan dan kepintaran. Manusia yang maju pikirannya adalah manusia yang berani berpikir tentang realitas yang membelenggu kebebasannya, dan berani beroposisi berhadapan segala bentuk pembodohan.

          Ketiga, manusia di Indonesia yang mengalami kemajuan pada tataran fisik atau tubuh adalah yang tidak semata sehat secara jasmani, tapi lebih-lebih memiliki pengetahuan yang benar tentang fungsi-fungsi tubuhnya dan memahami fungsi-fungsi itu untuk memerdekakan dirinya dari segala dorongan ke arah tindakan kejahatan. Manusia yang maju dalam aspek tubuh adalah yang mampu mengendalikan dorongan-doroangan tuntutan tubuh. Dengan dan melalui tubuh yang maju itu pula, pikiran yang maju dan budi pekerti yang maju memperoleh dukungan untuk mendeklarasi kemerdekaan diri dari segala bentuk penindasan ego diri yang pongah dan serakah di satu sisi dan memiliki kemampuan untuk menegaskan eksistensi diri secara beradab sebagai manusia yang merdeka (secara jasmani dan ruhani) di sisi lain. Dalam praksis kehidupan, kemajuan dalam tubuh bisa dipahami sebagai memiliki kekuatan untuk memperjuangkan kemerdekaan dan keterampilan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan segala pembangunan yang humanis.

     Dalam konteks penalaran atas konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara di atas, pendidikan adalah upaya pemanusiaan manusia secara manusiawi secara utuh dan penuh ke arah kemerdekaan lahiriah dan batiniah. Maka pendidikan harus bersentuhan dengan upaya-upaya konkret berupa pengajaran dan pendidikan. Menurut Ki Hadjar Dewantara pengajaran adalah upaya memerdekakan aspek badaniah manusia (hidup lahirnya). Apa arti ungkapan tersebut? Hemat kami yang hendak ditekankan Ki Hadjar Dewantara adalah bahwa: aktivitas pengajaran itu berupa tindakan informatif tetapi sekaligus formatif. Pada tataran informatif pengajaran adalah aktivitas membangun otonomi intelektual secara disengaja, yang dampaknya adalah mencerdaskan kognisi seseorang sehingga ia terbebaskan dari belenggu “kebodohan” kognisi. Sementara pada tataran formatif, ia membangun otonomi eksistensial dalam arti membangun kesadaran akan hak-hak asasinya sebagai manusia yang bermartabat luhur. Signifikanisnya adalah bersikap kritis terhadap realitas yang membelenggu kondisi eksistensialnya sebagai manusia. Dalam praksis kehidupan, otonomi intelektual dan eksistensial itu terekspresi dalam hidup yang tidak mengalami disorientasi dan tidak teralienasi secara personal dan sosial. Singkatnya, kemerdekaa lahiriah itu di satu sisi bermuara pada kejelasan orientasi hidup, dan di sisi lain hakhakny mendapat pengakuan dan penghormatan. Jadi, istilah “memerdekakan lahiriah” di sini mengandung makna bahwa pengajaran adalah daya upaya yang singnifikan untuk membangun otonomi intelektual seseorang yang kemudian menyadarkan dirinya untuk menegaskan otonomi eksistensialnya (badaniahnya) yang secara kodrati merupakan anugerah dari Allah. Kedua otonomi itu merupakan wilayah kodrati yang penegasannya bisa direkayasa melalui aktivitas pengajaran manusia secara beradab.

     Sementara pendidikan adalah upaya memerdekakan aspek batiniahnya. Persoalannya adalah apakah yang dimaksudkan Ki Hadjar Dewantara dengan aspek batiniah? Bila istilah tersebut ditilik dari penalaran atas konsep pendidikannya di atas, maknanya lantas bersentuhan dengan konsepsi budi pekerti. Artinya, istilah batiniah sama sekali tidak merujuk secara langsung pada wilayah spiritualitas sebagai mana dikonsepsikan dalam dan melalui agama-agama. Selaras dengan penalaran atas makna budi pekerti, istilah batiniah di sini bernuansa kesahajaan sebagai pribadi yang mengalami kecerdasan. Maka manusia yang mengalami kemerdekaan batiniah adalah yang menjadi subyek realitas dalam arti seluas-luasnya. Pendidikan membentuk dan menghantar seseorang menjadi subyek realitas. Ia memiliki otonomi intelektual, otonomi eksistensial, dan otonomi sosial sebagai anggota masyarakat. Ketiga wilayah otonomi itu menjadi bagian integral identitas diri atau jati diri.

      Berangkat dari uaraian di atas, kita dapat menangkap pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan, yakni upaya konkret untuk memerdekakan manusia secara utuh dan penuh. Baginya, pendidikan adalah pintu masuk menuju kemerdekaan lahiriah dan batiniah manusia, baik sebagai makhluk individual maupun sebagai anggota masyarakat dan warga dunia. Dengan demikian, pendidikan menjadi wadah untuk membangun otonomi intelektual, otonomi eksistensial, dan otonomi sosial. Pendidikan adalah cara untuk sampai pada kesadaran akan pentingnya memiliki ketiga otonomi diri di atas. Dengan demikian, kemerdekaan badaniah dan batiniah yang dimaksudkan Ki Hadjar Dewantara adalah keadaan dimana manusia di Indonesia mampu menegaskan secara serentak otonomi eksistensi dirinya sebagai warga Indonesia dan warga dunia. Pendidikan menghantar seseorang memiliki otonomi diri secara utuh dan penuh dalam wilayah kognisi, afeksi, spiritual, sosial sehingga eksistensinya mampu berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri.

         Ki Hadjar yakin bahwa bila kemerdekaan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia, pendidikan adalah cara untuk mencapai atau memilikinya. Dalam pengertian itu pula, pendidikan dapat dimengerti sebagai wahana menuju kemerdekaan kemanusiaan dalam pengertian yang luas. Pendidikan menghantar manusia ke dalam kondisi hidup harmonis dengan diri, sesama dan lingkungannya.

         Dalam konteks itu pula, mendidik anak manusia haruslah berangkat dari pengakuan pada keunikan dan penghormatan pada potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Segala alat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan. Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat. Semua proses pendidikan diarahkan menuju suatu kehidupan yang tertib-damai / harmoni. Untuk itulah dunia pendidikan perlu membuka peluang bagi peserta didik untuk mengenal “garis hidup yang tetap dari suatu bangsa”, yakni tradisi masa lalu dan bagaimana ia menjelma menjadi jaman sekarang ini. Dengan berbekal tradisi, pada gilirannya kita mampu pula membayangkan jaman yang akan datang.

        Ki Hadjar yakin pendidikan yang khas Indonesia haruslah berdasarkan citra nilai Indonesia juga. Maka ia menerapkan tiga semboyan pendidikan yang menunjukkan kekhasan Indonesia, yakni : Pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu dan ditiru dalam perkataan dan perbuatannya. Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya. Ketiga, Tut Wuri Handayani, artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya anak-anak didiknya.

    Senada dengan semboyan pendidikan di atas adalah metode pendidikan yang dikembangkan, yang sepadan dengan makna “paedagogik”, yakni Momong, Among dan Ngemong, yang berarti bahwa pendidikan itu bersifat mengasuh. Mendidik adalah mengasuh anak dalam dunia nilai-nilai. Praksis pendidikan dalam perspektif ini memang mementingkan ketertiban, tapi pelaksanaannya bertolak dari upaya membangun kesadaran, bukan berdasarkan paksaan yang bersifat “hukuman”. Maka, pembagian usia 0-7, 7-14, dan 14-21 dalam proses pendidikan yang digagas Ki Hadja Dewantara bukan tanpa landasan pedagogik. Pembagian demikian berdasarkan fase-fase di mana masing-masing menuntut peran pendidik dengan isi dan nilai yang berbeda-beda. Metode Ngemong, Momong, Among dan semboyan Ing ngarso sung tulodho, Ing Madya mangun karsa, dan Tut wuri handayani bukan berasal dari sebuah pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang terpisah. Pendidikan bukan hanya masalah bagaimana membangun isi (kognisi) namun juga pekerti (afeksi) anak-anak Indonesia, yang tentunnya diharapkan “meng-Indonesia” agar mereka kelak mampu menjadi pemimpin-pemimpin bangsa yang “meng-Indonesia” (memiliki kekhasan Indonesia).

      Praksis pendidikan berdasarkan metode Ki Hadjar Dewantara menempatkan guru sebagai pengasuh yang matang dalam penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai kultural yang khas Indonesia. Maka pendidikan pada dasarnya adalah proses mengasuh anak-anak untuk bertumbuh dan berkembang dalam potensi-potensi diri (kognisi, afeksi, psikomotorik, konatif, kehidupan sosial dan spiritual). Dalam rangka itu, guru tidak menggunakan metode paksaan, tapi memberi pemahaman sehingga anak mengerti dan memahami yang terbaik bagi dirinya dan lingkungan sosialnya. Guru boleh terlibat langsung dalam kehidupan anak tatkala anak itu dipandang berada pada jalan yang salah. Tapi pada prinsipnya tidak bersifat paksaan. Keterlibatan pada kehidupan anak tetap dalam konteks penyadaran dan asas kepercayaan bahwa anak itu pribadi yang tetap harus dihormati hak-haknya untuk dapat bertumbuh menurut kodratnya.

    Menurut saya intisari pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan adalah pendidikan haruslah berpihak pada murid. Pendidik harus menghamba pada sang anak, lebih mementingkan anak daripada karirnya sendiri. Segala sesuatu yang pendidik lakukan harus ikhlas dan berpusat kepada anak. Pendidik dengan niat ikhlas dan suci hati, terlepas dari segala ikatan berniat menghamba pada sang anak. Ada pepatah mengatakan : “wahai pendidik, gantungkanlah masalah pribadimu di gagang pintu rumahmu ketika kau akan menemui murid-muridmu”.

Selanjutnya, terkait dengan pemikiran saya setelah memahami dan merefleksikan pemikiran dari Ki Hajar Dewantara, ada beberapa hal yang menjadi poin pokok refleksi tersebut, diantaranya :

1. Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1?

Awalnya saya memperlakukan siswa seperti burung dalam sangkar. Artinya siswa cukup melaksanakan pembelajaran di dalam kelas bersama guru. Semua telah diatur sedemikian rupa sesuai dengan target kurikulum. Semua terjadwal. Menu makanan ditentukan oleh pemiliki burung, artinya menu pembelajaran telah diatur oleh guru. Mula-mula memang saya meyakini bahwa siswa adalah kertas kosong yang harus dijejali dengan ilmu pengetahuan. Tugas guru adalah untuk mentransfer pengetahuan. Apa yang guru ketahui diberikan kepada peserta didik sebagai suatu paket ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Pembelajaran adalah proses membuat peserta didik aktif. Awalnya saya percaya campur tangan yang dominan dari guru adalah suatu keharusan. Pembelajaran terpusat pada peran guru sebagai pendidik sangat dominan. Pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar di dalam ruang kelas, karena biasanya pembelajaran di luar kelas dilakukan oleh guru olahraga di sekolah saya. Saya lebih terfokus ke tuntutan kompetensi yang diamanatkan dalam kurikulum dan cenderung melaksanakan pembelajaran sesuai apa yang tertulis dalam kurikulum.

Saya memberikan pelajaran tanpa melihat minat dan perkembangan anak-anak. Pelajaran yang saya berikan sangat monoton. Saya menuntut anak-anak harus bisa membaca dan menulis, sedangkan anak usia dini tidak diwajibkan dalam hal menulis maupun membaca. Anak merasa terpaksa menerima pelajaran ini, ada yang merasa senang dan ada juga yang merasa tertekan. Tetapi hal ini tidak pernah saya perhatikan. Anak belajar secara terpaksa mengikuti perintah ibu guru. Anak yang saya didik ini tidak memiliki rasa ceria, senang, maupun gembira, dan tidak memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam menerima pelajaran.

2. Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?

Pemikiran saya berubah setelah mempelajari filosofi pendidikan dari Ki Hajar Dewantara. Ternyata, anak tidak boleh diperlakukan seperti seekor burung dalam sangkar. Pemikiran-pemikiran beliau mencerahkan pemahaman yang selama ini saya yakini. Namun, anak harus diperlakukan seolah-olah seperti burung di luar sangkar. Siswa harus diberi kebebasan berinteraksi dengan sumber belajar yang beragam. Anak boleh cari makanan di ladang, sawah, sungai, hutan, dan lain sebagainya. Artinya, anak tidak boleh bergantung pada buku pegangan siswa atau guru. Namun, siswa diberi dorongan untuk gemar mencari pengetahuan seluas luasnya sesuai kodrat anak. Anak bukanlah kertas kosong. Anak ibarat kertas buram yang sudah terisi. Isinya adalah kodrat anak. Tugas kita sebagai guru adalah menuntun dan merawat anak sesuai dengan kodratnya. Pendidikan bukanlah sekedar transfer ilmu pengetahuan, tapi harus dapat membuat anak memahami dunianya dan dapat memanfaatkan pemahaman tersebut untuk kebahagiaan hidupnya. Pembelajaran tidaklah statis, namun dinamis. Perubahan-perubahan disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Dalam hal ini, pembelajaran harus berorientasi kepada peserta didik sesuai dengan kodrat keadaan namun tetap harus memperhatikan ketercapaian kurikulum nasional. Pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik adalah pembelajaran yang menjadikan peserta didik sebagai pusat pembelajaran. Guru dengan ikhlas hati menghamba kepada peserta didik. Pembelajaran tidak terbatas di ruang-ruang kelas, terhalang tembok, terkurung dalam suatu ruangan balok. Pembelajaran bisa dilakukan dimanapun sesuai dengan konteksnya. Setiap tempat adalah sekolah. Keluarga, masyarakat, lingkungan alam adalah sekolah. Pendidikan harus mampu memvariasikan pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas.

Mulai sekarang saya harus memberikan pelajaran sesuai dengan minat dan perkembangan anak-anak. Pelajaran yang saya berikan tidak boleh lagi  monoton. Saya harus memikirkan dan mencari cara bagaimana proses belajar mengajar di kelas menjadi menyenangkan buat si anak, dan saya harus lebih kreatif lagi dalam memberikan pelajaran untuk anak-anak. agar pembelajaran di sekolah lebih bermakna dan menyenangkan bagi anak usia dini, karena anak usia dini belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar. Saya tidak boleh menuntut anak-anak harus bisa membaca dan menulis. Saya tidak akan membuat Anak merasa terpaksa menerima pelajaran ini. Mulai saat ini pembelajaran harus berpusat pada murid, dan tidak ada lagi kata : "Anak belajar secara terpaksa mengikuti perintah ibu guru". Anak yang saya didik harus memiliki rasa ceria, senang, maupun gembira, dan yang paling penting anak harus memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam menerima pelajaran atau MERDEKA BELAJAR.

3. Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD?

Ada beberapa hal yang bisa saya segera saya terapkan, agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, diantaranya:

  • Pembelajaran harus berpusat pada murid.
  • Saya akan meningkatkan kredibilitas saya (perilaku yang diteladani) serta kedisiplinan waktu dalam pelayanan kepada murid sebagai suri tauladan.
  • Saya harus melakukan pembelajaran PAKEM artinya Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
  • Pembelajaran dirancang bukan hanya sebatas di kelas semata. Namun, siswa didorong untuk banyak berinteraksi pula dengan lingkungan sekitar.
  • Pembelajaran harus sesuai dengan mina, bakat dan perkembangan anak-anak.
  • Memperkokoh basis pendidikan karakter dalam setiap proses pembelajaran guna menumbuhkan dan mengembangkna budi pekerti anak. 
  • Selalu berkomunikasi dengan rekan guru, kepala sekolah, orang tua, dan stakeholder yang dipandang perlu, guna pengembangan kualitas pembelajaran anak yang berpusat pada kebutuhan anak.
  • Merancang pembelajaran yang menyenangkan, menyisipkan permainan-permainan yang bermanfaat dan tetap mengedepankan budi pekerti yang luhur.
  • Mengembangkan profil belajar Pancasila (berakhlak mulia, gotong royong, kebhinekaan global, bernalar kritis dan mandiri).
  • Memberikan kebebasan kepada anak untuk mengolah dan mengasah bakat yang mereka miliki.
  • Membimbing dan mendampingi anak dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang.
  • Menanamkan budaya 5S ( salam, sopan, santun, senyum, sapa) disekolah.
  • Pembelajaran tidak hanya dikelas saja, namun dapat dilakukan dimana saja dan menggunakan media apa saja yang sejalan dengan tujuan pembelajaran.



==========================================Isatir Radhiah=====================================


RANCANGAN AKSI NYATA

Judul Modul : Belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar

Nama Peserta : ISATIR RADHIAH, ST, S.Pd

1. LATAR BELAKANG

        Menciptakan pembelajaran yang ramah anak dan menyenangkan bagi semua peserta didik dan mewujudkan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam proses pembelajaran di sekolah.

2. TUJUAN

        Tindakan aksi nyata diharapkan dapat mengubah pola pikiGuru maupun Orang Tua sesuai dengan pola pikir Ki Hajar Dewantara. Semangat dan antusias anak saat mengikuti pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.

3. TOLAK UKUR

        Terciptanya suasana belajar yang menyenangkan (berhamba) bagi anak, potensi bakat dan minat anak berkembang maksimal sesuai dengan kodratnya, serta terwujudnya nilai – nilai etika sebagai implementasi dari budi pekerti luhur yang dimilikinya.

4. LINI MASA TINDAKAN YANG AKAN DILAKUKAN
  1. Membuka pembelajaran dengan tersenyum, memberikan salam dan menanyakan perasaan setiap diri anak.
  2. Memberikan motivasi harian seperti, jangan lupa bersyukur hari ini karena Allah masih memberikan kita kesehatan, berbuat baiklah setiap hari, karena perbuatan baik itu akan kembali kepada kita.
  3. Menyiapkan media pembelajaran yang dapat menarik antusias dan perhatian anak, sehingga mereka dapat dapat belajar dengan semangat dan menyenangkan.
  4. Membuat permainan yang berkaitan dengan meteri pembelajaran.
  5. Pembelajaran berpusat pada anak.
  6. Memberikan pujian dan reward serta memberikan masukan atau menghargai hasil karya anak.
  7. Menggunakan bahasa atau tutur kata yang lemah lembut, yang baik dan ramah tamah terhadap anak didik.
  8. Mengayomi anak didik dan memberikan perhatian penuh kepada peserta didik dan mendengar keluh kesah peserta didik dengan penuh kasih sayang

5. DUKUNGAN YANG DIBUTUHKAN

    Dalam rangka memperlancar rancangan aksi nyata ini dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang, yaitu :
  1. Laptop, dan printer disediakan oleh sekolah.
  2. Kuota internet dan jaringan internet (WIFI) disediakan oleh sekolah dan diberikan bantuan oleh Kemdikbud.
  3. Handphone milik pribadi.
  4. Bantuan moril dan material dari sekolah agar dapat terlaksana aksi nyata tersebut.
  5. Pihak sekolah dalam membantu sarana dan prasarana pembelajaran pendukung kegiatan yang dilakukan oleh para pendidik dalam proses belajar mengajar.
  6. Dukungan dari guru – guru yang lain untuk kesinambungan aksi nyata ini.
  7. Wali murid dalam mendukung / mensuport segala kegiatan di sekolah maupun tugas di rumah.
  8. Lingkungan yang aman, bersih, nyaman dan menyenangkan.



====================================Alhamdulillah, Selesai !!!===================================

 

Komentar

  1. Kereeennn ... semoga dapat menginspirasi para pembaca

    BalasHapus
  2. Terima kasih ibu,, mohon bimbingan ny, msh banyak belajar lg bu..

    BalasHapus

Posting Komentar